Iklan Sponsor :

Cara Mengetahui Anak Kena TBC

Iklan Sponsor :



Menurut dr. Bambang Supriyatno, SpAK dalam seminar Tuberculosis (24 Juni 2006), untuk memastikan apakah anak benar sakit TBC, dokter memerlukan satu alat diagnostik gabungan, yaitu sistem pembobotan (scoring).  Ikatan Dokter Anak Indonesia telah mengeluarkan standar untuk sistem scoring ini.  Memang hanya dokter yang berwenang untuk melakukan pembobotan (scoring).  Namun demi kepentingan anak, sebaiknya orangtua juga proaktif berdiskusi dengan sang dokter dan membekali diri dengan pengetahuan tentang penyakit ini.


1.  Riwayat Kontak atau Pemaparan
Penyakit TBC adalah penyakit infeksi.  Artinya, pasti ada sumber penularnya.  Karena penularan TB memerlukan waktu pemaparan (exposure) yang cukup lama, maka apabila anak menderita TBC pastilah ’sumbernya’ adalah orang yang sehari-hari dekat dengannya.  Entah itu ayah, ibu, kakek, nenek, pengasuh, atau orang lain yang tinggal satu rumah dengan anak dalam waktu yang cukup lama.  Maka dari itu, ketika seorang anak/bayi diduga menderita TB, semua orang yang sehari-hari dekat dengan si kecil harus dipastikan mengidap TBC atau tidak.

Tingginya prevalensi (angka kejadian) TBC di Indonesia, menyebabkan uji Tuberkulin (Mantoux test) tak lagi efektif untuk mendiagnosa TBC pada orang dewasa karena sebagian besar orang dewasa yang tinggal dan hidup di sini sudah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.  Pada orang dewasa, diagnosis TB dapat dilakukan melalui uji dahak (sputum test) dan foto rontgen paru-paru.  Uji dahak dilakukan untuk mengetahui keberadaan BTA dalam dahak. Tempat yang tepat (dan murah) untuk melakukan uji ini adalah Puskesmas.  Foto rontgen paru-paru dari orang dewasa yang mengidap TB aktif, memberikan gambaran yang sangat khas.  Walaupun anak tak tampak sakit tapi bila terbukti ada orang dewasa (yang dekat dengan anak) yang sakit TBC, maka orangtua ’harus’ curiga anak terinfeksi TB dan membawanya ke dokter/RS/puskesmas agar anak mendapatkan penanganan yang tepat, untuk mencegahnya menjadi sakit TB.

Oleh sebab itu, sebelum mempekerjakan orang di rumah (pembantu rumah tangga, pengasuh anak, supir keluarga), sebaiknya orangtua memastikan lebih dulu kondisi kesehatan orang-orang tersebut.  Karena mereka lah yang lebih banyak berada di sekitar anak, apalagi bila kedua orangtua (ayah dan ibu) bekerja penuh waktu.


2.  Gejala
Tuberculosis pada anak-anak seringkali tidak menimbulkan gejala khusus.  Gejala utama TB pada orang dewasa adalah batuk berdahak yang terus menerus selama 3 minggu atau lebih.  Sayangnya, pada anak-anak, umumnya batuk lama bukan gejala utama TB.  Batuk lama, juga bisa manifestasi dari alergi.
Menurut Pedoman Nasional Tuberkulosis (2002), gejala umum TB pada anak-anak adalah sebagai berikut :
  • Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun  sudah dengan penanganan gizi yang baik.
  • Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
  • Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas,  setelah disingkirkan kemungkinan penyebab lainnya (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut). Dapat juga disertai keringat malam.
  • Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak sakit, di leher, ketiak dan lipatan paha.
  • Gejala –gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), nyeri dada ketika bernafas atau batuk.
Apabila bakteri TB menyebar ke organ-organ tubuh yang lain, gejala yang ditimbulkan akan berbeda-beda.  Misalnya:
  • Kaku kuduk, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran pada TBC otak & saraf (meningitis TB)
  • Gibbus, pembengkakan tulang pinggul, lutut, kaki dan tangan, pada TBC tulang & sendi
Namun harus dicermati pula bahwa gejala-gejala di atas bukan monopoli TBC, karena banyak juga jenis penyakit lain yang menimbulkan gejala serupa.  Meski begitu, bila anak mengalami gejala-gejala seperti tersebut di atas, sah-sah saja bila orangtua curiga.  Tetapi kecurigaan ini harus dimanisfestasikan secara rasional, dengan cara memastikan dengan sebenar-benarnya apakah anak mengidap TBC atau tidak.  Terlebih bila ada orang dewasa (yang sehari-hari bergaul dekat dengan anak) yang sakit TBC, maka orangtua ’wajib’ memeriksakan kondisi kesehatan anak.

Berat badan tidak naik-naik misalnya, juga bisa disebabkan oleh banyak penyakit selain TBC.  Antara lain gangguan pencernaan, infeksi saluran kemih (ISK), penyakit jantung bawaan (PJB), refluks, gangguan tiroid, atau lainnya.  Karena itu, sebelum terburu-buru menduga anak mengidap TB, pastikan terlebih dahulu kemungkinan penyakit lain.  Dibarengi dengan upaya perbaikan gizi selama 1 bulan.  Bila setelah itu berat badan anak meningkat, berarti kemungkinan anak tidak mengidap TB.  Namun apabila setelah upaya tersebut, berat badan anak tidak meningkat atau malah semakin turun dan terbukti tidak disebabkan oleh penyakit lain, maka orangtua ’wajib’ untuk curiga.

Juga harus dibedakan antara susah makan dengan kehilangan nafsu makan.  Memang ada masanya dimana anak jadi susah makan, dan itu normal.  Tetapi bila tiba-tiba anak sampai tidak mau makan sama sekali (anorexia) dan hal itu berlangsung lama, atau bahkan makin memburuk, maka orangtua harus ’khawatir’.  Anak-anak usia balita juga seringkali mengalami pembengkakan kelenjar getah bening di bagian belakang telinga.  Karena hal itu menunjukkan sistem imun tubuhnya sedang ’dilatih’ menghadapi serangan mikroorganisme.  Orangtua baru harus khawatir bila pembengkakan terjadi di leher (bukan bagian belakang telinga), ketiak dan paha, dan bengkaknya berukuran besar (diameternya lebih dari 1 cm).

Batuk lama. Orangtua harus benar-benar memastikan, apakah batuk anak berlangsung dalam waktu lama (tanpa jeda) ataukah berulang?  Sebab, menurut dr. Bambang Supriyatno, SpAK dalam seminar Tuberkulosis (24 Juni 2006), jika anak menderita batuk berulang, maka orangtua harus ’mencurigai’ penyakit lain; seperti asma, atau sinusitis untuk anak usia di atas 5 tahun.  Begitu pula dengan demam.  Demam yang perlu dicurigai TB adalah demam tingkat rendah atau sumeng yang berlangsung lebih dari 2 minggu dan bukan disebabkan oleh tifus, ISK, malaria atau penyakit lain selain TBC.

Selain gejala-gejala tersebut di atas, orangtua juga harus mengamati perilaku sehari-hari anak.  Anak-anak cenderung belum bisa menceritakan dengan jelas apa yang mereka rasakan.  Rasa tidak enak badan, sakit, atau ketidaknyamanan yang mereka rasakan, cenderung dimanifestasikan melalui perubahan sikap, misalnya tiba-tiba rewel terus menerus, menjadi cengeng atau gampang marah.


3.  Tes Mantoux atau Uji Tuberkulin
Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB.  Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB.

Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi.  Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi.  Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh.  Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala.  Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB.

Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah.  Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur.  Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema).  Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter.  Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.


Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm.  Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih.  Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat.  Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.

Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil negatif  padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB.  Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar.  Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.



4.  Foto Rontgen
Untuk memperkuat diagnosis, diperlukan foto rontgen paru-paru.  Tapi masalahnya, gambar rontgen dari TBC paru pada anak umumnya tidak khas sehingga menyulitkan interpretasi foto.  Diperlukan orang yang benar-benar ahli, untuk menghindari terjadinya overdiagnosis atau underdiagnosis.

Pada orang dewasa, kuman TBC membangun sarangnya pada paru-paru bagian atas, sehingga pada gambar rontgennya akan terlihat adanya infiltrat pada daerah tersebut.  Sedangkan pada anak-anak, kuman TB membangun sarang di kelenjar getah bening yang lokasinya berdekatan dengan jantung.  Jika hanya difoto dari depan akan sulit melihat adanya infiltrat, karena terutup oleh bayangan jantung.  Oleh karena itu, untuk memperkuat diagnosis, foto rontgen juga harus dilakukan dari arah samping.

Dengan begitu, gambaran paru-paru tidak ’diganggu’ oleh bayangan jantung. Tetapi, lagi-lagi keberadaan infiltrat bukan mutlak menunjukkan anak mengidap TBC.  Anak yang sedang batuk dengan dahak yang banyak, meski tidak mengidap TB bila difoto rontgen dadanya, bisa memberikan gambaran infiltrat.  Oleh karenanya, foto rontgen harus dilakukan pada saat anak dalam kondisi terbaik.  Paling baik memang setelah anak sembuh dari batuknya.  Bila tidak memungkinkan, pilih waktu ketika batuknya minimal.  Sekali lagi, foto rontgen saja tidak dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis TBC.


5.  Uji Bakteriologi
Uji bakteriologi yang umum dilakukan adalah melalui pemeriksaan sampel dahak (tes dahak atau sputum test).  Bila ditemukan adanya bakteri TB di dalam 2 sampel dari 3 sampel dahak seseorang, berarti orang tersebut dikatakan positif mengidap TBC paru aktif.  Pengambilan sampel dilakukan secara SPS, maksudnya Sewaktu kunjungan pertama, esok Paginya, dan Sewaktu kunjungan berikut (kedua).  Selain diperiksa melalui mikroskop, sampel dahak juga dapat diperiksa dengan cara dibiakkan dalam medium tertentu (tes kultur dahak).  Tetapi tes ini memakan waktu yang lama, sementara tes dahak yang biasa hanya memakan waktu beberapa jam saja untuk mendapatkan hasilnya.

Namun tes dahak sangat sulit dilakukan pada anak-anak, karena mereka cenderung menelan dahaknya.  Kalaupun ingin melakukan pemeriksaan mikroskopis BTA pada anak, caranya dengan menggunakan bilasan lambung anak.  Tetapi cara ini dinilai menyakitkan bagi anak, sehingga tidak digunakan untuk deteksi dini.  Bagi anak yang sudah mampu mengeluarkan dahaknya, maka tes dahak menjadi satu keharusan.

6.  Tes Darah
  Biasanya, parameter yang diuji pada pemeriksaan darah adalah LED (laju endap darah) dan kadar limfosit.  Tetapi keduanya ini nilai diagnostiknya bahkan lebih rendah daripada foto rontgen, sehingga hanya dapat digunakan sebagai data pendukung.  Nilai LED dan limfosit yang tinggi (di atas kadar normal) hanya menunjukkan terjadinya infeksi di dalam tubuh.  Akan tetapi, semua jenis infeksi juga dapat meningkatkan nilai LED dan limfosit dalam darah.



sumber: http://www.ibudananak.com

Masukan email anda untuk mendapatkan Resep Terbaru ke email anda GRATIS: